Om Rafael Memarahi Dar

Saya punya teman. Namanya Dar. Pemain bola yang hebat yang pernah bilang bahwa kakinya kenyang. Maksud dia tentu saja kejang, istilah yang kami kenal ketika kecil untuk situasi yang sekarang saya tahu sebagai kram otot. 

Ini Om Gabriel, bukan Om Rafael | Courtesy of Drama Musikal Ombeng

Om Rafael Memarahi Dar

Karena kami adalah teman baik di masa kecil, beberapa cerita tentangnya saya ingat hingga kini. O iya, Dar juga pernah kesulitan meminta maaf dalam bahasa Indonesia. Dia memutuskan menggunakan kata terima kasih ketika tanpa sengaja menabrak Guru Bahasa Indonesia. Dar kadang sekeren itu *smile 
Om Rafael memarahi seorang teman saya itu pada suatu ketika. Manusiawi rasanya, karena semua orang mestilah menyimpan amarah. Yang tidak manusiawi adalah ketika kemarahan diumbar dengan brutal seperti yang dilakukan oleh para teroris misalnya. 
Harusnya kita semua masih ingat Dar. Kisah tentangnya bertebaran di blog ini terutama kekeliruannya dalam memilih kosakata Indonesia. Tentu saja tidak lebih terkenal dari Om Rafael, tetapi dia hadir. Nah, suatu hari Om Rafael memarahinya. 

Bukan ikhwal bahasa.Om  Rafael toh tak punya urusan dengan bahasa; siapakah yang harus sibuk dengan bahasa ketika dia benar-benar tak peduli apa beda komunikasi dan komplikasi? Maka alasan Om Rafael memarahi Dar bukan hal Bahasa Indonesia Dar yang tidak semestinya. 

Kami sedang hendak ke hutan traposia di kebun paroki. Traposia kering sudah banyak dan kami butuh kayu api di rumah masing-masing. Ada juga hutan akasia di ujung lapangan tetapi belum banyak yang kering. Jalan ke kebun paroki melintas rumah Om Rafael. Beliau memanggil. Kami singgah.

Om Rafael sekali lagi mengucapkan selamat karena saya terpilih jadi Ketua Kelas, lalu bertanya: “Dar, kemarin kau pilih siapa?” Dar bilang bahwa dia memilih saya. Saya sudah tahu. Om Rafael belum tahu. Ya, iyalah. Kan Om Rafael bukan anggota kelas kami, iya to? Lagipula kalau dia tahu, untuk apa pula dia bertanya? Haissss… 

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Om Rafael bertanya lagi. “Alasan apa gerangan kau memilih Ananda Armin, wahai Ananda Dar?” Nah, ini dia. Saya tidak tahu alasan Dar. Om Rafael juga tidak. Helloooow… ya iyalah. 

Hening. Kami menanti jawaban.

Baca juga: Bougenville Pada Sebuah Perjalanan

“Karena saya tidak suka calon yang lain, makanya saya pilih Armin, waktu pemilihan hari Senin, setelah les IPA tentang perubahan iklim dari panas ke dingin,” jawab Dar dengan kalimat panjang memakai rima, padahal sesungguhnya pemilihan Ketua Kelas dilakukan pada hari Selasa. 
Inilah alasan Om Rafael marah. Ya, Om Rafael memarahi Dar. Bukan karena rima. Menurut Om Rafael, dalam sebuah pemilihan, alasan memilih seseorang hanya karena kita tidak suka calon yang lain adalah alasan yang paling murah. “Kalau Pemilu jangan begitu. Kenali betul calon-calon itu. Bukan soal suka atau tidak suka melulu. Ini soal kualitas dan bobot pemilu,” kata Om Rafael tanpa sadar memakai rima. 
Dar bingung. Saya juga bingung. Om Rafael tidak bingung. Ya, iyalaaah. Kan dia yang punya pendapat. Deee Mori, aeh
Mengatasi kebingungan kami Om Rafael menjelaskan tentang migren magrun. Kata Om Rafael, dalam situasi pilihan migren magrun sekalipun, alasan terbaik memilih adalah karena kita tahu yang kita pilih sedikit lebih baik dari yang lain.

“Jangan pilih seseorang hanya karena kita tak suka dengan lawan orang itu. Dosa itu. Begitu! Kita harus mengenal siapa yang kita pilih. Kebaikannya. Bukan sebaliknya, mengenal lebih banyak tentang lawannya. Keburukan lawan. Murah sekali itu. Tiga lima ratus mungkin harganya,” kotbah Om Rafael. Saat itu kami tak paham, tetapi mengangguk saja seolah mengerti. Terutama saya.

Ketua Kelas. Harus tampak selalu mengerti, termasuk tentang migren magrun. Kelak setelah besar saya mengetahuinya sebagai minus malum: memilih yang kurang buruk dari pilihan-pilihan yang buruk. 
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Saya pikir saya sedikit lebih mengerti tentang itu sekarang, tetapi beruntung tak pernah ada di situasi minus malum. Setiap pemilihan, rasanya saya selalu punya alasan yang tepat untuk memilih karena semua calon tampak dengan jelas menampilkan diri mereka. 

Hanya saja, pada saat-saat tertentu, seorang kandidat kadang menjadi lemah ketika tim suksesnya terlalu berapi-api. Benar bahwa api membakar semangat. Tetapi kalau apinya terlalu besar? 
Saya takut semua yang berada di sekitar ikut hangus, termasuk kandidat yang kita usung. Kandidat lawan melenggang kangkung bermain sendiri. Di situ kadang kita harus hati-hati. 
Baca juga: Puasa ini Saya Ingat Latung Bombo

Di hutan traposia, Dar bertanya: “Armin, kau mengerti tadi waktu Om Rafael bilang mingun mangun itu ka?” Saya menggeleng. Saya bilang, “Mungkin Om Rafael itu temannya Romo Mangun yang menolong orang di Kali Code. #eh? Kami dua menjadi bingun *smile


Salam 
Armin Bell
Ruteng, Flores

Tanggapan Anda?

Scroll to Top
%d bloggers like this: