Om Rafael pernah ikut latihan THS/THM. Saya ditunjuk sebagai pelatih ketika itu. Ancang-ancang yang terlalu lama pada masa latihan membuat Om Rafael mengundurkan diri. THS/THM di Paroki kami tidak bertahan lama.
![]() |
Dalam pertunjukan Caci di Manggarai, ancang-ancang tidak boleh terlalu lama | Foto: Arbell |
Om Rafael Bilang Ancang-ancang Jangan Terlalu Lama
Saya pernah sekolah di Seminari Kisol. Tidak lama. Setahun saja. Tapi kebanggaannya terasa sampai sekarang. Kalau tidak percaya bahwa orang-orang yang pernah sekolah di seminari Kisol itu membawa kebanggaan mereka seumur hidup, coba tanya Glentoz, raja pertama di pesta dan di lapangan futsal sekota Ruteng, Manggarai, Flores, NTT ini. Dia tahu persis. Iya to, Vidic?
Nah, karena pernah di Seminari Kisol itulah, saya lalu diangkat sebagai salah satu pengurus THS/THM Ranting Paroki St. Markus, Pateng. Saya kelas dua SMP ketika itu. Om Kris Anggur dan beberapa teman dari THS/THM Keuskupan Ruteng berkunjung ke Pateng, memberi latihan singkat sekaligus pengukuhan pengurus ranting.
Pada salah satu sesi latihan, saya ditunjuk menjadi pelatih untuk satu kelompok yang terdiri dari sepuluh orang. Om Kris dan yang lainnya juga masing-masing memimpin sepuluh orang. Di kelompok saya ada Guru Don, Dar, dan tentu saja Om Rafael yang fenomenal itu.
Baca juga: Om Rafael dan Kisah di Toko Sepatu
Materinya adalah latihan dasar saja. Kuda-kuda: hadap-depan-belakang. Jurus AISURTO baru akan dimulai beberapa hari kemudian.
Kuda-kuda adalah dasar dari segala pertarungan. Anak gaol sekarang barangkali menyebutnya ancang-ancang, atau agak. Artinya, ancang-ancang adalah dasar dari segala macam kegiatan. Tetapi jangan terlalu lama.
Di sini soalnya. Saya masih bau-bau Seminari dan sedang ingin pamer. Saya beri komando dengan hitungan 4 x 8 untuk setiap kuda-kuda, atau dua kali lebih lama dari yang dilakukan Om Kris dan kawan-kawannya dari Keuskupan. Saya mau memberi kesan kepada mereka bahwa di tangan saya, THS/THM paroki kami akan bermasa depan cerah.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Guru Don sempat mengingatkan agar saya melatih “biasa-biasa saja”. Pakai standar 2 x 8 hitungan seperti yang lain. Om Rafael juga setuju dengan Guru Don. Tetapi saya tidak mau dengar. Saya pelatih. Di zaman itu, pelatih selalu benar, kalau pelatih salah, lihat aturan nomor satu.
Dar menikmati saja. Dia teman saya dan berpikir bahwa kalau sudah hafal tiga jenis kuda-kuda, dia akan langsung diangkat jadi asisten pelatih. Istilah MAO alias manga ata one (ada orang dalam) masih sangat populer di zaman itu; siapa yang dekat dengan pengambil kebijakan akan dengan cepat naik pangkat. MAO memang populer. Sama populernya dengan MPO yang saya lakukan, Menarik Perhatian Om Kris, eh salah, maksudnya Orang.
Ketika kuda-kuda hadap sedang saya perintahkan, mereka segera melakukannya. Kuda-kuda hadap itu posisinya begini: dua kaki dibuka selebar bahu, lutut ditekuk sampai poisi paha rata/horisontal, dua tangan dikepal, ditekuk di samping pinggang.
Silakan coba. Kalau sudah dipraktekkan, pikirkan kemungkinan paling liar yang dapat timbul dari posisi itu. Sudah? Sekarang giliran saya bercerita tentang apa yang terjadi di kelompok saya.
Pada hitungan keenam bagian ketiga, seseorang kentut. Bukan Om Rafael. Tetapi orang di depannya. Bunyinya lumayan, mungkin karena posisi kuda-kuda hadap mengizinkan kentut keluar dengan leluasa. Tau to? Baunya dibagi rata ke semua anggota kelompok. Situasi menjadi kacau.
Om Rafael mengamuk, kepada pemilik kentut, dan terutama kepada saya. “Itu karena Nana tidak percaya Guru Don. Kalau kencang-kencang, tidak boleh lama-lama,” gerutunya. Semua bingung. Apa maksudnya? Untunglah ada Guru Don yang membantu menjelaskan bahwa yang Om Rafael bilang, ancang-ancang jangan terlalu lama.
Saya meminta maaf atas kekeliruan dan usaha menarik perhatian berlebih yang berakibat buruk itu. Saya juga meminta pemilik kentut untuk melakukan push-up sebagai sanksi atau perbuatan tidak menyenangkan: melepas kentut dan kentunya bau. Sanksi ini menutup peluang kentut berulang meski dia sedang sakit perut. Bukankah tak ada yang mampu kentut ketika sedang push-up? Coba pikirkan *smile. Masalah di lapangan itu berakhir dengan baik.
Tetapi dalam perjalanan pulang, Om Rafael kembali mengingatkan bahaya mengambil ancang-ancang terlalu lalu lama. “Orang bisa sukses duluan kalau kita ambil kura-kura terlalu lama, Nana. Atau kalau kita akhirnya sudah siap, seluruh kegiatan sudah selesai. Tidak ada guna sudah itu kacang-kacang,” jelasnya.
“Kuda-kuda, Om. Bukan kura-kura. Terus, ancang-ancang. Bukan kacang-kacang,” sahut saya.
“Itu, to? Nana mulai kritik lagi. Belum puas dengan kasi hadiah kentut untuk saya, ka? Sampai harus kristik lagi,” kata Om Rafael.
Guru Don mengingatkan bahwa kritik itu perlu. Bukan untuk membela saya tentu saja tetapi untuk menjelaskan posisi penting kritik dalam memperbaiki sesuatu yang keliru. Tetapi Om Rafael sudah telanjur tersinggung. Mood-nya sedang buruk. Mungkin karena bau kentut yang dihirupnya tadi. Dia lantas bilang, “Kamu dua, bapa-anak, sama saja. Sama-sama pernah di Seminari dan sama-sama suka kristik.” Saya mau bilang, yang suka bikin kristik itu Muder Yuliana, tetapi Om Rafael sedang tidak enak hati.
Baru sekarang saya mengerti mengapa ancang-ancang tidak boleh terlalu lama. Pakai waktu yang standar saja. Mengambil ancang-ancang terlalu lama kadang bikin orang lupa tentang untuk apa sebenarnya dia ambil ancang-ancang. Hidupnya hanya sampai di ancang-ancang. Ancang-ancang seumur hidup, kura-kura dalam perahu, bersatu kita teguh, ringan sama dijinjing, halaaah.ย
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({}); |
Pokoknya begitu. Kuda-kuda jangan terlalu lama. Pikirkan, lakukan, buat evaluasi, perbaiki, wujudkan. Jangan lama-lama di rencana atau kau hanya akan berhenti di sana. Paling buruk adalah gebetanmu keburu disambar orang lain. Menangis ka tida? Apalagi kalau hanya mampu bilang: “Maunya nanti kita bikin begini im.” Atau: “Bagus betul kalau ada kegiatan begitu e. Kita buat tiga tahun lagi em.“ Man, itu ancang-ancangnya kelamaan e!.
Sejak saat itu, saya memakai waktu latihan kuda-kuda secukupnya tetapi THS/THM di Paroki kami hidupnya tidak lama. Mungkin banyak yang trauma dengan peristiwa kentut saat kuda-kuda hadap yang terlalu lama itu. Mungkin juga karena sebagai pelatih, saya tidak tampil meyakinkan.
Saya sekarang sudah lupa bagaimana jurus AISURTO. Saya mau konsultasi dengan Glentoz dulu, Alumni Sanpio yang seangkatan dengan Edward, Mikael, dan Alfred. Nama Glenn memang tidak ada di buku stambuk. Dia sedang tidak di tempat waktu buku stambuk dibuat.
Tapi konsultasinya nanti saja. Setelah Glentoz selesai mengurus organisasi almamaternya yang lain. Alumni Syuradikara Ende untuk Wilayah Flores Barat. Di situ nama Glenn juga mungkin tidak ada di buku stambuk, dengan alasan yang sama. Semoga perkumpulan itu segera terbentuk, karena seperti Om Rafael bilang, ancang-ancang jangan terlalu lama. Itu!
Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores
Keren ase geong…
Terima kasih banyak, Kae ๐
Saya hny bisa bilang lik galak galik kalau sdh jamx rekreasi hhhhhh
Saya ijin share ini ee bung Armin Bell…mengingatkn saat masih smngat diterik matahari bermain kuda2 yg ancang2 lama hhhh
Terima kasih sudah mampir:-D
Dengan senang hati, Kae.Senang bisa berbagi.Tabe:-D
benar e ad, lebih parah lagi kalau karena lama ancang2 ternyata tu'us tidak kuat, jatuh sebelum melakukan sesuatu…pokoknya, memang tidak baik itu terlalu lama AGAK e…mantappp
Hahaha… itu sudah. Kuda-kuda harus seimbang dengan tenaga.