Om Rafael Bicara Kemenangan

Pada proses pemilihan, hasil akhirnya bukan kalah menang melainkan terpilih atau tidak terpilih. Situasi kalah menang itu hanya ada pada pertandingan. Menurut Om Rafael begitu. 

om rafael bicara kemenangan
Kemenangan kadang bisa sangat sepi | Foto: Armin Bell

Om Rafael Bicara Kemenangan

Kadang Om Rafael terdengar begitu masuk akal. Tentu saja dengan sedikit usaha menemukan istilah yang tepat untuk bunyi yang mirip yang kerap dia sampaikan, beberapa pandangannya terasa baik. Suatu saat dia bilang motiwasi dan kita tahu maksudnya motivasi. Kadang dia bilang rawon untuk matanya yang mulai rabun. Kita bisa apa? Om Rafael kadang sekreatif itu *smile
Suatu ketika, Om Rafael bicara tentang perbedaan pertandingan dan pemilihan. Ini konsep yang agak rumit untuk kepala saya yang waktu itu baru saja terpilih sebagai ketua kelas di SDK Pateng. Begitu rumitnya hingga saya mengangguk-angguk saja seolah mengerti, agar Om Rafael segera selesai. Ini strategi menghindar dan lumayan berhasil. 
Dialog kami terjadi beberapa hari setelah di sebuah sekolah dasar yang sudah tua dan dinding papannya berlubang di sana-sini, peristiwa penting berlangsung. Sebelumnya kami mendapat materi tentang apa itu demokrasi dan bagaimana demokrasi itu berlangsung di negeri ini. 

Namanya demokrasi pancasila, sebuah perkawinan silang dari cukup banyak bentuk demokrasi lain saya kira. Pelajaran itu lalu menjadi modal kami menjalankan pesta demokrasi kecil di kelas kami: pemilihan Badan Pengurus Kelas. 

Saya akhirnya terpilih menjadi ketua kelas. Ada beberapa teman yang jadi calon, saya yang terpilih. Entah bagaimana, sampai juga berita itu ke telinga Om Rafael. Dia senang. Mengucapkan selamat. Mengulang litani yang pernah dia sampaikan ketika dahulu saya digigit anjingnya dan tidak menangis: “Armin memang hebat!”-“Armin hebat memang!”-“Hebat memang Armin!”-“Memang Armin hebat!”-“Memang hebat Armin!”.

Saya senang mendengarnya. Sungguh tak ada yang membuat anak kecil bahagia selain pujian. Selain dari roti, anak-anak juga hidup dari pujian.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Selesai dia berlitani, sebagai ‘Amin’ saya bilang: “Iya, Om. Saya senang. Tadi menang.”

Om Rafael meradang. Marah. Mengenangnya sekarang, saya mengingat peristiwa kemarahan Om Rafael itu terdengar seperti rapper baru belajar yang berpikir rap adalah usaha memaki-maki secara melodius. No poetry at all. Huh… Seluruh kemarahannya memakai rima tetapi tidak puitis. 
“Hei ketua kelas baru/ Saya pikir kau keliru/ Jadi ketua kelas itu bukan menang/ Jadi tak perlu terlalu senang// Stop bikin diri inti/ Suatu saat nanti/ Kau akan tahu bedanya/ Pertarungan dan pemilihan ya// Kalau pertarungan/ hasilnya menang kalah/ Sedang pemilihan hasilnya terpilih dan tidak terpilihlah// Sekian dan terima kasih/ Dasar kau anak tak mengerti belas kasih hih hih hih.”

Yang terakhir jelas keliru. Harusnya kan sih sih sih. Tetapi harap dimaklum, toh Om Rafael sedang marah hah hah hah ‪#‎eh‬. 

Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengerti apa maksud Om Rafael el el el. Halaaah, kok malah ikut pola itu haisssh ish ish ish… 
Baca juga: Jangan Cari Saya di Sekolah

Intinya, sekarang rasanya saya mulai mengerti. Hasil akhir setiap proses pemilihan itu ya ada yang terpilih dan yang lain tidak (atau belum) terpilih. Iya to? Dunia berputar seperti roda. Ya roda. Bukan kursi. Karena kalau seperti kursi, maka anggota dewan akan disebut orang yang duduk di roda legislatif. Bayangkan mereka punya sengasara kalau oto sudah jalan. Hadeeeh, ini kok aku jadi ngelantur seh… 

Tentang ngelantur, suatu ketika saya meminta bantuan Om Rafael menyusun kalimat dari kata yang baru saya dengar, ya ‘ngelantur’ itu. Keesokan harinya teman-teman sekelas saya terkagum-kagum mendengar perintah saya sebelum bubar.

Kalimat yang persis seperti yang diajarkan Om Rafael: “Teman-teman, sebelum meninggalkan kelas kita harus sama-sama ngelantur kursi dan meja dengan rapi. Sekian dan terima kasih hih hih hih.” ‪Nah‬. 

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Bagaimanapun, meski mengerti beda pertarungan dan pemilihan, saya tetap kesulitan menemukan cara terbaik agar pemilihan terbaca sebagai pemilihan dan bukan pertarungan. Setiap hari saya kerap menemukan: hasil akhir kerja adalah kalah menang. Semoga tidak berujung pada kalah jadi abu menang jadi garam, eh, gambar, ah, garang, uh, gampang, aduh ‪#‎ApaSih‬.

Kalau sampai kalah jadi abu dan menang jadi arang, barangkali itu akan jadi kemenangan yang sepi. Ya, kemenangan kadang bisa sangat sepi. Itu!

Salam 
Armin Bell
Ruteng, Flores

Tanggapan Anda?

Scroll to Top
%d bloggers like this: