Om Rafael Bertemu Guru Don

Ada empat nama yang selalu saya sebut dalam cerita-cerita tentang Om Rafael selain saya sendiri. Keempat tokoh itu adalah Om Rafael, Guru Don, Muder Yuliana, dan Dar. Rasanya tak ada cerita yang mengalir tanpa kehadiran mereka. Apa yang terjadi hari ini? 

om rafael bertemu guru don
Guru Don | Foto: Armin Bell

Om Rafael Bertemu Guru Don

Tiga di antara kami semua adalah tokoh yang segar bugar saat Pemilu masih berjalan tiga partai di negeri ini. Tumbuh besar sebagai orang-orang yang mengagumi Pak Harto. Kepada kami kadang diwariskan juga cerita tentang how great that smiling general. Berulang-ulang.

Sampai saya hafal matipunya bahwa ada Supersemar, ada Pierre Tendean, dan lain-lain. Dari zaman itulah kisah ini lahir, telah bercampur dengan imajinasi. Begini ceritanya…

Om Rafael bertemu Guru Don pada suatu ketika. Guru Don adalah Ayah saya, Ema gaku. Guru Don tak senang memberi kritik dengan kasar. Pada setiap kekeliruan, entah Om Rafael atau siapa saja, Guru Don membuat perbaikan dengan santun. Kisah ini adalah tentang pertemuan mereka pada Pemilu di zaman tiga partai. 
Ketika masih SD, mengekor Ayah adalah istimewa. Punya Ema seorang Tuang Guru seperti saya membuatnya terasa semakin istimewa. Kue serabe yang dihidangkan untuk Tuang Guru di berbagai acara adalah sasaran tembak: istimewa sekali. Maka, ke mana Guru Don pergi, ke sanalah Armin kecil mengekor. 
Baca juga: Dari Ruteng ke Jogja ke BWCF 2014

Suatu ketika, Guru Don bertugas di TPS. Pemilu hanya diikuti tiga peserta, dua partai politik dan satu golongan karya. Sekarang tentu kita akan sulit menerima kenyataan bahwa di suatu masa, di negeri ini ada organisasi yang bukan partai politik yang ikut pemilu; menang pula, berulang-ulang. 

Tetapi di masa itu semua terasa wajar, sewajar mereka mengubah lirik Madu dan Racun yang didendangkan Ari Wibowo yang bunyinya: engkau yang cantik, engkau yang manis, engkau yang manja…, menjadi: pohon beringin, itu lambangnya, golongan karya… dan dinyanyikan bersama-sama dalam perjalanan ke TPS. 

Saya berdendang ringan di belakang Guru Don yang berjalan dengan senyum kemenangan padahal baru akan pergi ke TPS, baru akan mencoblos. Kami bertemu Om Rafael. Rapi jali beliau ini dengan kemeja putih, celana bahan dan sendal Lily. Ada sisir muncul malu-malu di saku belakang celana. Dia ‘stel dalam’, maka sisirnya terlihat. Mau ke TPS juga. Lha iya, kan ini cerita tentang Pemilu, iya toh
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Kami bertiga sekarang. Berdua, Guru Don dan Om Rafael, membicarakan kemenangan Golkar dengan berapi-api padahal ‘jam tusuk’ masih satu jam lagi. Saya senang. Bukan karena Golkar pasti menang lagi tetapi karena Guru Don adalah salah seorang petugas Pemilu dan karenanya akan dapat jatah kue serabe.

Istimewa. Seistimewa lagu-lagu populer yang pada masa itu liriknya telah berganti dengan nomor dua, pohon beringin, dan golongan karya, selama masa kampanye. Barangkali itu salah satu model kampanye kreatif e.

Lalu Om Rafael bilang ini: “Nana, kau punya bapa ini hebat. Suka tegur (baca: sapa) semua orang. Termasuk kami petani ini. Maka, kalau kau punya bapa bilang ‘pilih ini’, kami ikut saja.”

Saya mengangguk-angguk. Bukan tanda mengerti, tetapi karena terantuk; jalan ke TPS adalah jalan batu hasil program padat karya. Tetapi Om Rafael senang reaksi saya itu sehingga saya menjadi tahu bahwa membahagiakan orang lain ternyata bisa dengan cara tak sengaja. 

Baca juga: Om Rafael dan Kisah Toko Sepatu

Sekarang baru saya mengerti maksud Om Rafael. Di atas segalanya, sapaan adalah yang paling penting. Apakah Guru Don benar-benar hebat tentu saja bisa dipergunjingkan. Tetapi dia telah menyapa semua orang, dengan segera dia menjadi hebat. 

Maka modal utama agar dianggap hebat oleh Om Rafael adalah cukup dengan menyapa; menjadi orang baik. Tidak usah lebi-lebi. Menyapa harus jadi bahasa sehari-hari. Jangan tunggu ada maunya. Itu!
Tiba di TPS, Pemilu berlangsung LUBER, pake acara JURDIL pula. Golkar menang. Banyak orang bersukacita. Bertepuk tangan. Gembira sekali, bahkan untuk sesuatu yang telah mereka ketahui sebelumnya, mereka tetap bergembira.

Mungkin seperti seorang perempuan mendengar ‘I Love You‘ dari suaminya. Dia senang sekali, meski sebenarnya tanpa kata-kata itu, dia telah tahu bahwa suaminya memang I Love You padanya. Kami berpesta. Saya makan serabe banyak sekali. 

Dalam perjalanan pulang, Om Rafael bilang: “Tuang Guru, saya senang Golkar lagi-lagi menang tegas!” Guru Don tersenyum. Senang. “Iya, Golkar menang telak, Om!” katanya tanpa niat menertawai. Om Rafael tertawa. “Itu maksud saya tadi, Tuang Guru. Kita menang tegak!” katanya ceria. 
Saya pikir, sampai sekarang Om Rafael tetap yakin bahwa orang-orang hebat adalah orang-orang yang gemar menyapa. Otomatis orang-orang seperti itu akan menang sergap, eh, tebal, eh, tabah, ‪#‎eh, #apasih?
Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores

Tanggapan Anda?

Scroll to Top
%d blogger menyukai ini: