Menulis itu menulis, bukan membuat buku. Menurut Jeff Goins, buku yang selesai ditulis bukanlah pencapaian terbaik seorang penulis.
Siapa Jeff Goins? Jeff Goins adalah penulis beberapa buku termasuk yang menjadi bestseller di Amerikia berjudul The Art of Work. Dia juga adalah seorang blogger, pembicara, dan seorang pebisnis. Berasal dari Chicago, Goins menamatkan pendidikannya di Illinois College dan sempat menggunakan waktunya setelah lulus bergabung dalam sebuah band. Setahun di jalan sebagai musisi, dia kemudian pindah ke Nashville untuk mencari jodoh dan menghabiskan tujuh tahun di sana bekerja sebagai tenaga sukarela.
Kini dia dikenal sebagai seorang penulis dan pembicara (sebagai pekerjaan utamanya) dan menjalankan bisnis daring, membantu para penulis dan wirausahawan kreatif meraih mimpi-mimpi mereka. GoinsWriter.com adalah blog juara milik Jeff Goins dan telah dikunjungi oleh jutaan orang dari seluruh dunia. Kisah tentang karyanya pernah diulas dalam bentuk ficer di berbagai media besar seperti Washington Post, USA Today, Entrepreneur, Forbes, dan Psychology Today.
Kali ini, RanaLino.co membagi salah satu artikel yang ditulisnya di Medium.com, yang berhubungan dengan dunia kepenulisan (sebut saja creative writing), yang semoga menjadi inspirasi bagi semua calon penulis atau siapa pun yang ingin menjadikan dunia kepenulisan sebagai passion.
This is Why You’re Never Satisfied with Your Writing
Oleh: Jeff Goins – 24 September 2016
Saya baru saja menyelesaikan buku saya yang kelima. Saya pikir buku ini seharusnya sudah selesai pada bulan Maret, tetapi biasanya seluruh proses baru dapat rampung enam bulan lebih lama dari rencana awal. Ini memang sering terjadi. Menulis sebuah buku itu sulit. Saya pikir pernyataan ini tidak akan mengejutkan mereka yang bergelut dengan dunia kepenulisan, apa yang oleh Ernest Hemingway disebut contained no masters, only apprentices.
Tetapi hal yang mengejutkan saya tentang ini adalah hal yang tidak pernah saya pelajari ketika memutuskan untuk mengabdikan diri pada dunia kepenulisan, yakni: semakin sering kau melakukannya, akan semakin sulit kau melakukannya dengan baik.
Benar bahwa ada bagian-bagian yang akhirnya menjadi tidak terlalu sulit, seperti membangun kedisiplinan menulis atau mengembangkan kemampuan menulis kalimat yang benar secara gramatika. Latihan bisa membuat bagian-bagian itu tampak mudah, tetapi itu juga bisa memberikan gambaran tentang seberapa banyak lagi kau harus berkembang.
Dan itulah yang saya alami baru-baru ini. Saat ini, ketika penerbit sudah mendapatkan buku saya yang terakhir (seharusnya bisa terbit pada musim panas nanti), saya langsung menyadari bahwa pengalaman menulis menjadi lebih sulit, melelahkan, dan lebih menderitakan dari pekerjaan-pekerjaan lain yang saya lakukan selama ini. Orang-orang yang mengenal saya menanyakan apakah saya kini bebas. Tidak. Yang sesungguhnya terjadi adalah saya mengalami ketakutan.
Bagaimana kalau saya ternyata melupakan sesuatu? Bagaimana kalau saya ternyata tidak menggunakan hasil riset saya dengan baik, atau mengabaikan sumber, atau tidak cukup baik melakukan pekerjaan saya? Bagaimana jika semua orang akhirnya melihat bahwa saya sesungguhnya adalah seorang yang memaksakan diri?
Maya Angelou (1928-2014, Penyair Amerika, Pejuang Hak Asasi Manusia, penerj.) pernah mengatakan: “Saya sudah menulis delapan buku, tetapi saya selalu berpikir, uh-oh, mereka akan tahu sekarang. Saya menjalankan permainan yang melibatkan semua orang dan akhirnya mereka akan mengetahui siapa sesungguhnya saya.” Tidak heran kalau kemudian penulis diidentifikasi sebagai orang-orang yang menderita depresi dan memiliki kebiasaan minum mabuk. Menulis itu sulit.
Tetapi sebenarnya yang saya pikirkan adalah: apa pun yang kau lakukan dengan kemampuan yang baik sekali akan membuatmu merasakan ini. Semakin sering kau melakukannya, semakin baik kau melakukannya, akan semakin buruk rasanya.
Rahasia menjadi ahli adalah semakin sering kau melakukannya, hal itu akan menjadi semakin sulit. Mengapa?
Pertama, itu artinya kau benar-benar serius melakukan hal tersebut. Saya pikir ini bukan hal yang buruk–merasa buruk ketika melakukan hal baik. Toh, pada situasi yang tepat, perasaan itu akan menjadi penunjuk arah yang tepat untuk meraih keahlian.
Ini terjadi pada saya ketika menyelesaikan rancangan kedua untuk buku terakhir saya dan saya sadar saya ternyata belum sampai setengah merampungkan naskah itu. Ketika mengerjakan buku sebelumnya saya sudah merasa selesai dan puas ketika sampai di titik itu (menyelesaikan rancangan kedua, penerj.).
Jurang yang terjadi dalam proses pengerjaan dua buku itu membuat saya sedih: Buku itu dahulu yang–menjadi bestseller saat ini–dalam pikiran saya, bukanlah sesuatu yang sangat membanggakan. Tetapi mungkin seharusnya demikian. Ketika kau bertumbuh dalam dunia kepenulisan, kau semakin sadar diri. Kau belajar betapa banyak hal yang tidak kau ketahui. Menyadari hal tersebut membuat kau akan semakin rendah hati, dan lebih baik.
Steven Pressfield (Penulis Amerika, salah satu bukunya berjudul Tides of War, penerj.) pernah menulis: Hanya para pemula yang menduga bahwa mereka telah berhasil. Profesional adalah orang yang secara terus menerus meragukan dirinya. Ketika kau memiliki kesadaran seperti itu, artinya kau memang benar-benar ingin serius melakukan sesuatu. Karena itu, lakukanlah dan teruslah mengembangkan diri.
Kedua, itu artinya kau belum sampai, belum selesai. Berdasarkan semua bahasan di atas, ketika kau selesai dengan satu pekerjaan besar seperti menulis buku, sering muncul perasaan ‘belum tuntas’ bahkan kadang kekosongan. Teman saya Joe mengatakan hal tersebut ketika dia menyelesaikan memoarnya tepat pada hari saya menyelesaikan buku saya. Dia mengatakan bahwa dia sedang merasa hilang arah dan seperti tanpa tujuan saat itu. Masuk akal saja rasanya.
Sesungguhnya menulis buku, bahkan menyelesaikan satu buku, tidak akan memberikan kepuasan seperti yang sebelumnya kau bayangkan. Kalau toh kau merasa puas, perasaan itu biasanya tidak tinggal lama. Itu kira-kira salah satu alasan kenapa banyak pengusaha menjual bisnis mereka dan memulai usaha yang baru.
Kenapa? Apakah itu artinya kerja kreatif akan selamanya retak? Tidak. Sama sekali tidak. Sesungguhnya itu berarti bahwa poin utama menjadi kreatif adalah menciptakan, bukan menyelesaikan. Karenanya semenit setelah selesai menulis buku, saya langsung mulai menulis buku yang baru.
Pekerjaan saya bukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan tetapi untuk mengerjakannya. Kau tidak akan pernah tuntas. Karya besarmu tidak selesai. Karya terbaikmu masih jauh di depan, bisa berjarak minggu, tahun, atau beberapa dekade lagi. Ada banyak cerita yang harus kau bagi, banyak pekerjaan yang harus dilakukan, masih banyak sebelum semuanya (bisa disebut) selesai.
Ketiga, itu artinya kau semakin baik. Socrates pernah bilang semakin banyak yang ia ketahui, semakin ia sadar bahwa ia tidak tahu. Ini adalah definisi kebijaksanaan. Semakin saya tua, semakin berkurang keinginan saya untuk memberi nasihat, semakin ragu mengungkapkan pendapat–alasannya saya semakin sadar bahwa saya tidak tahu apa yang saya bicarakan.
Ketika menulis buku saya yang kelima yang pada dasarnya adalah narasi tentang pengembangan kepribadian, saya menyampaikan sedikit sekali nasihat dan hanya coba membagi beberapa cerita yang saya pikir sangat menarik.
Menjadi lebih baik berarti mulai lebih fokus pada diri sendiri dan mengurangi perhatian pada apa yang sedang orang lain lakukan. Menjadi ahli itu sesungguhnya urusan pribadi (personal thing). Tetapi satu yang saya tahu adalah: semakin sering kau berkarya, kau akan semakin baik. Tetapi karena kapasitasmu adalah untuk menghasilkan karya yang lebih baik, citarasamu selalu lebih cepat dari kemampuan.
Tentu saja pada bagian-bagian awal, seperti yang pernah disampaikan dengan sangat baik oleh Ira Glass (Ira Jeffrey Glass, produser talkshow radio dan televisi This American Life, penerj.), dalam creative career, seleramu hampir selalu berada di atas kemampuanmu. Kendati demikian, seiring berjalannya waktu, apa yang akan kau hasilkan akan menjadi lebih sejajar dengan apa yang kau cita-citakan.
Tetapi sesungguhnya kau tidak akan pernah puas. Saya pasti tidak. Saya sudah berjuang lebih keras untuk buku ini dibandingkan dengan yang lain. Dan ya, itu tadi, saya justru khawatir, lebih takut, lebih tidak yakin tentang proyek ini jika dibandingkan dengan yang sudah saya tulis sebelumnya. Mengapa? karena saya mulai melihat seberapa jauh saya bisa pergi dan di mana sesungguhnya keahlian itu disembunyikan–dalam horison, dia ada dalam pandangan tetapi tidak terjangkau.
Leonardo da Vinci pernah bilang, art is never finished, only abandoned–dan yang pasti yang kau lakukan bukanlah untuk merampungkan pekerjaan dengan keahlian, tetapi untuk tidak pernah mengabaikannya. Paling tidak jangan pernah meninggalkan karya yang pernah kau niatkan untuk diselesaikan. Untuk saya tentu saja menulis. Bukan tentang menghasilkan buku. Tetapi tentang kegiatan menulis. Saya tidak pernah ingin berhenti menulis, dan saya tidak berniat melupakannya.
Ketika kau merasa tidak puas dengan apa yang kau hasilkan dan sadar bahwa kau sesungguhnya memiliki peluang mencapai apa yang seharusnya, merenunglah. Ini akan membuatmu lebih mengerti kedalaman dunia kepenulisan. Semakin sering saya menulis, semakin saya sadar apa saja yang dibutuhkan untuk dapat menulis dengan hebat dan berapa jauh lagi jarak yang harus saya tempuh. Ini tentu saja adalah tantangan, tetapi bukan sesuatu yang tidak dapat diatasi.
Jadi saya akan terus menulis. Saya akan menulis buku berikutnya sekarang–bukan besok, bukan tiga minggu kemudian, tetapi sekarang. Apa ini artinya? Pada poin ini, tidak banyak. Saya sudah membuka hidup baru saya dalam sebuah file di komputer dan memberinya judul “New Book”. Saya sudah menulis satu kalimat, demikian, “Ini adalah buku saya berikutnya.” Itu tidak banyak. Tetapi sekali lagi, untuk seseorang yang menginginkan kesempurnaan, yang tidak pernah merasa bahwa pekerjaannya telah selesai, memulai sebuah proyek baru adalah segalanya. Itu yang membuat saya terus bergerak maju. (*)
Jeff Goins: This is Why You’re Never Satisfied with Your Writing
Diterjemahkan oleh: Armin Bell
Sumber: https://medium.com/@jeffgoins/this-is-why-youre-never-satisfied-with-your-writing-f0bd0d186e77#.it5tovspm
wah ini suatu contoh yang sangat menginspirasi sekali buat saya yang baru belajar untuk menulis dan masih harus lebih banyak belajar dan mendengarkan kisah kisah inspiratif seperti tulisan initerimakasih…
Terima kasih sudah mampir. Salam tulis 😀