Jauh di Atas Hujan

Jauh di Atas Hujan. Saya senang telah pernah mencoba menulis dengan gaya seperti ini. Selamat menikmati! 

jauh di atas hujan
Last Hindie, Anagram | Foto: Armin Bell

Jauh di Atas Hujan


Oleh: Armin Bell

Kau protes. Kali ini via pesan singkat di handphone tuaku. Singkat saja–kau menghayati makna pesan singkat itu hingga ke dalam darah–seperti biasa: Masih menulis tentang hujan. Tentang aku kapan?
Aku tertegun. Tombol reply urung kupencet. Tak ada guna membalas karena aku tahu hanya akan memberi penjelasan panjang padahal kutahu kau tak ingin membaca balasanku. Kau pernah bilang, jangan balas pesanku kalau kalimatmu panjang. Tulis di blogmu saja. Aku baca. 
Dan aku di sini di kota hujan yang hujannya mengguyur senja sesuka hati. Betapa tergoda ingin menulis tentang kota hujan kita yang kecil ini, tetapi kau memintaku menulis tentangmu. Aku benar-benar tak berdaya. Harus menulis apa? 
Menuliskanmu tak semudah mengambil rinai hujan dan mencabiknya menjadi aksara yang bermain, menebar, menjadi kata dan lalu sebuah cerita. Sungguh tak mudah. Bahkan pada siang nan terik, adamu tetap jauh di atas hujan; menyejukkan seperti terharap dan tidak menjadikan tanah-tanah kering menjelma lumpur.
Menuliskanmu adalah sebuah kerja yang tak kan pernah selesai. menulis tentang hujan akan tamat segera setelah hujan berhenti. Kau sungguh jauh di atas hujan; tak ada di sini tapi cerita tentangmu tak pernah mau berhenti.
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Hujan sungguh lebih memanjakan para pembuat cerita karena memberikan waktu merangkai kata. Kau ada di atas hujan tak pernah mampu diceritakan dengan bahasa. Siapakah aku sehingga mampu bercerita ketika pesonamu bermain manja dalam angan dan tak pernah tahu kapan itu selesai?

BACA JUGA
Ivan Nestorman, Lagu Mogi, Award, dan Musik Neo Tradisi

Maka aku tetap tak mampu menulis tentangmu bahkan di tengah hujan, bahkan kini hujan berhenti, aku tetap tak mampu menulis. Barangkali tak cukup bahasa? 

Dan inilah yang bisa kulakukan kini. Semampuku menulis balasan atas pesanmu: Kau di atas hujan. Tombol OK kupencet, pesan singkat telah dikirim. Semoga engkau mengerti!
***
Satu jam kemudian.
Pesan singkat baru tiba di handphone tuaku dengan selamat. Darimu. Pesan sesingkat biasa: Terima kasih ya sudah menulis tentangku di blog.
Hidup ini selalu begini padaku. Tak pernah mampu mengubah kagumku padamu. Entah kapan kita akan bertemu.
Selesai
Ruteng, Kota Hujan, 6 Januari 2012
Model penceritaan singkat seperti ini kerap disebut flash fiction.
Catatan tentang Flash Fiction dari indonovel.com:

Flash fiction sesuai namanya adalah fiksi kilat yang bisa dibaca sekejap hanya dalam hitungan detik. Beberapa penulis menyebutnya dengan istilah sudden fiction, microfiction, microstory, postcard fiction, atau short short story. 

Di China orang menyebutnya cerita seukuran telapak tangan.

Belakangan ini flash fiction meningkat popularitasnya seiring dengan berkembangnya sastra dunia maya. Karakteristik flash fiction yang pendek, padat, kuat & cepat dianggap sesuai dengan tipikal pengguna internet yang memiliki waktu terbatas.

Blogger Ruteng

Bagikan ke:

10 Comments

  1. Ceracau… itu konsep yang saya pakai ketika menulis ini. Beberapa tulisan selalu saya memang memakai konsep berceracau hehehehe. Ntar lagi saya posting yang Piano Malam Ini. Konsep bertuturnya sama hihihihi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *