Francois Bertobat, Temanku Menolak Tambang

Banyak film yang berkisah tentang penjahat berubah menjadi baik. Pada titik tertentu si tokoh beralih. Meski tidak pada seluruh bagian–karena secara penokohan itu akan terlihat aneh–karakternya akan berbalik karena alasan yang kecil tetapi masuk akal.

francois bertobat temanku menolak tambang
Lokasi tambang di Reo, Manggarai | Foto: Armin Bell

Francois Bertobat, Temanku Menolak Tambang

Entah karena kesadaran personal atau disadarkan oleh pihak lain (orang, komunitas, tujuan hidup), cerita-cerita pertobatan dapat kita jumpai setiap hari. Fiksi maupun nyata. Jangan heran kalau suatu saat kau bertemu dengan seorang penjaga rumah ibadat yang sebelumnya kau kenal sebagai penjudi. Di Ruteng ada kisah-kisah seperti itu; orang-orang yang oleh kalangan kita dilabeli sebagai ‘sudah bertobat’. 
Ada kisah lain. 
Jez Maliku dan kawan-kawan dibawa dari Manado ke Semarang oleh orang-orang Belanda. Di kota asem arang-arang ini mereka akan disiapkan sebagai pasukan penumpas pemberontak di Aceh. Ini kisah dari perang dunia ketika negeri ini bernama Hindia Belanda. Remy Sylado menulis ini dalam novelnya: Malaikat Lereng Tidar. Remy mestilah bertujuan menulis roman, tetapi bukan Remy namanya kalau tak singgah ke mana-mana. 
Demikianlah saya singgah dan termenung lama pada bagian ini: pemberontak yang harus ditumpas oleh Jez Maliku bukan ‘sekadar’ Teuku Umar. Yang harus ditangkap hidup atau mati adalah Francois. Siapa gerangan Tuan Francois ini? Dikisahkan, Francois adalah orang Prancis, sebagai tim kerja Hindia Belanda yang kemudian membelot dengan kesadaran nuraninya dan bekerja dengan orang-orang pribumi. Berjuang memerdekakan Indonesia. 
Novel “Malaikat Lereng Tidar” ini tentu saja jauh lebih luas dari kisah Francois yang bertobat, tetapi saya mau diam di bagian itu. 
Berapa banyak kisah pertobatan yang kita temui setiap hari?
Kemarin saya bertemu dengan seorang teman. Teman baru, umurnya tiga atau empat tahun lebih tua. Dahulu dia bekerja di pertambangan. Tanggung jawabnya terakhir di perusahaan tambang adalah di bagian CSR – Corporate Social Responsibility.

BACA JUGA
Dua Senja

Gajinya banyak. Lebih banyak dari gaji tiga orang PNS digabung atau bayaran saya dari beberapa pekerjaan dijumlahkan. Bisalah dimaklumi. Karena yang sedang kita bicarakan adalah perusahaan tambang dengan jumlah kekayaan yang berlimpah. 

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Secara pribadi (karena tidak bergabung dalam forum atau organisasi apapun yang berhubungan dengan ini), saya menolak tambang di Flores. Alasan saya sesederhana cara saya melihat. Pertambangan menghasilkan begitu banyak jurang (dalam arti sebenar-benarnya: gunung digali dan lubang menganga), dan jurang paling besar adalah ekonomi. 

Dari beberapa kali kunjungan ke lokasi tambang di Manggarai Raya, saya tahu betul bahwa sebagian besar dari masyarakat lingkar tambang hidup dalam kemiskinan dan kesakitan. Eksplorasi tanpa AMDAL yang cukup baik adalah sebab utama dengan sebab tambahan yang tak kalah pentingnya adalah aksi tipu-tapu perusahaan tambang sebelum eksplorasi yang membuat masyarakat setuju saja tanah mereka digali-gali, dibom, dirusakkan. 
Baca juga: Adil itu Interpratif

Betapa sederhananya alasan itu membuat saya menolak bicara tentang regulasi, tentang potensi tambang yang tersedia yang membuatnya harus digali, tentang undang-undang dan tentang hal penting lainnya yang membuat kita bisa terjebak berdebat panjang sekali. 

Apalah arti potensi alam dan potensi sumber pendapatan asli daerah kalau ternyata masyarakat lingkar tambang miskin dan sakit-sakitan? Di dekat lokasi tambang di Serise Manggarai Timur, banyak warga yang terserang ISPA. Beberapa telah mengembalikan napasnya kepada Tuhan.
Maka ketika berkenalan dengan teman baru yang sebelumnya bekerja di perusahaan tambang, wajar saja sepertinya ketika rasa ingin tahu yang besar muncul tentang sekarang dia bagaimana? 
“Saya sudah berhenti,” kata teman saya itu. Hah? Berhenti dari perusahaan tambang? Apa tidak rugi? 
“Cukup lama saya dan istri tidak saling bicara ketika saya memutuskan berhenti,” katanya lagi. 
Dia lalu menjelaskan alasan utamanya adalah karena hati kecilnya menolak tambang. Perdebatannya dengan salah seorang pimpinan di perusahaan tempat dia bekerja adalah pemicu ledakan. Mantap keputusannya. Berhenti bekerja di perusahaan tambang karena dia menolak tambang.

BACA JUGA
Read "Dance Dance Dance" by Haruki Murakami, You Will Invited to Tokyo

“Saya rasa tidak nyaman. Penghasilan saya boleh banyak sementara di saat yang sama sekian banyak keluarga menjadi miskin dan sakit karena kami,” jelasnya. Dan entah kenapa, saya bahagia mendengar penjelasan itu.

Berapa banyak kisah pertobatan yang kita temui setiap hari?
Dalam pekan ini saja saya mengenal dua yang paling spektakuler menurut yang saya tahu. Francois yang bergabung dengan pasukan pribumi di Malaikat Lereng Tidar Remy Sylado (novel yang saya baca untuk diskusi Petra Book Club) dan seorang pekerja tambang yang berhenti; sekarang dia buka kios kecil dan beberapa usaha kreatif. Temanku menolak tambang. 
Dua kisah yang saya tulis sebagai ilustrasi pertobatan ini sesungguhnya adalah sesuatu yang sanggup memancing debat panjang. Sungguhkah Francois layak disebut bertobat? Sungguhkah seorang pekerja tambang yang berhenti adalah kegiatan pertobatan? Dari sisi saya melihat mungkin iya, tetapi dari sisi yang lain bisa jadi adalah kebodohan. Atau tindakan melawan negara? 
Tentang Francois, saya melihatnya sebagai pertobatan karena saya membaca novel itu sekarang dan telah terbentuk semacam kesadaran bahwa pribumi adalah obyek penderita dalam kisah perang dunia kedua ketika Belanda menguasai Nusantara. 
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Misalkan dahulu saya hidup bersama Jez Maliku yang begitu mendamba menjadi marsose, Francois pasti saya sebut sebagai pengkhianat yang tidak tahu diri dan untuknya ditangkap hidup atau mati adalah sah. Demikian pun kisah berhentinya teman saya sebagai bagian dari perusahaan tambang saya sebut pertobatan karena telah lama saya ada di sisi menolak tambang dengan alasan yang sederhana yang telah saya ungkapkan di bagian awal tadi. 

Apa yang penting dari kisah dua orang dari dua dunia berbeda itu mungkin berkaitan dengan ungkapan everybody’s changing, siapa pun bisa berubah pikiran. Tetapi berubah pikiran untuk menyeberang kepada dan membela pihak yang sebelumnya kita injak adalah layak disebut sebagai pertobatan. Sebagai kesaksian hidup, ini harus diceritakan. 
Menjadi tidak penting lagi memperhatikan bahwa salah satu pemicu penyeberangan Francois adalah karena dia jatuh cinta pada perempuan pribumi dan kemudian menikahinya. Sama juga, teman saya berhenti dari perusahaan tambang karena dia berkelahi dengan bosnya juga tidak penting. Karena yang penting adalah proses mereka sampai di titik itu.

BACA JUGA
Rana Cinta Indonesia, Sebuah Cerita tentang Bangsa

Baca juga: Novel Pulang Leila S. Chudori, Melawan Lupa

Francois jatuh cinta pada salah seorang dari musuhnya. Kemudian menikahinya adalah pemicu sikap pemberontakannya pada Hindia Belanda. Nuraninya telah terlebih dahulu menyeberang. 

Demikian pula teman saya yang saya ceritakan di sini kisah penyeberangannya. Nuraninya telah terlebih dahulu menyeberang. Sikapnya tentang tolak tambang setelah hari ini bukan lagi urusan saya. Urusan utama kita adalah seberapa sering kita menyeberang?
Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores
Jelang Kongres Pemuda Manggarai Raya.

PS: Andrew Winokan, tokoh ‘tambang’ pada cerita ini adalah salah seorang inisiator kongres dan begitu semangat bekerja. Terima kasih telah berbagi.

Bagikan ke:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *