Dialog Om Rafael: Betapa Kita Merindukan Ahok

November 2016 adalah bulan yang sulit bagi Indonesia. Om Rafael ikut merasakannya. Siapa Om Rafael? Bagaimana dia merindukan Ahok? Simak dialog kami berikut ini. Dialog yang terjadi menyusul ditetapkannya Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama.

dialog om rafael betapa kita merindukan ahok
Ahok | Foto: Ist.

Dialog Om Rafael: Betapa Kita Merindukan Ahok

Ya. Barangkali begitu. Ada saat di mana kita merindukan Ahok dan segala aktivitasnya yang diwartakan media. Media-media mewartakannya karena potensi klik untuk setiap informasi tentangnya yang sangat tinggi. Klik berarti share berarti SERP berarti bla bla bla berarti uang.

Tetapi kita juga begitu, bukan? Asal ada nama Ahok saja di judul tautan, kita meluncur. Membacanya dan sadar, berita tentang Ahok rata-rata sama. Satu media ngopas dari media lain yang juga ngopas dari media lainnya lagi. Media kita memang begitu.

Baca juga: Media Massa Daring dan Masalah Akut Bernama Penyuntingan

Tetapi bukan atas dasar kejarklik itu maka cerita ini diunggah ke ranalino.co. Tetapi atas dasar semoga blog ini dikunjungi. Halaaaah.

Pokoknya begitu. Dialog Om Rafael adalah salah satu konten di blog ranalino.co yang ditujukan untuk men-throw back memories ke suatu masa dalam hidup kita melalui celoteh Om Rafael. Kali ini, peristiwa yang ingin di-throw back itu adalah kisah seputar Ahok yang dituduh menista agama.

Akhirnya, Ahok divonis bersalah. Banyak orang bersedih. Jumlahnya bersaing dengan jumlah mereka yang bergembira. Di mana Om Rafael pada dua arus besar itu? Simak dialog berikut ini saat Om Rafael menghubungi saya pada tanggal 16 November 2016.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

OR: Nana, tolong bantu Om dulu. Kasi kabar baik apa saja. Om lagi kurang semangat e, butuh mutilasi.
A: (Agak malas). Motivasi, Om. Dan saya lagi tidak punya kabar baik e. Beberapa hari terakhir ini agak buruk. Ini hari malah dua kabar tidak baik.
OR: Aduh. Betapa sedih. Kabar apa sekali itu dua e?
A: Pertama, kami punya tim futsal kalah e. Kedua, Ahok jadi tersangka.
OR: Astaga. Betapa sedih. Eh, tadi itu sudah im. Kalau begitu Om ganti. Betapa rindu.
A: Hae…, maksudnya?
OR: Sedih dan rindu kan biasa ada di lirik lagu to. Jadi setelah bilang sedih, berarti harus bilang rindu.
A: Ator saja ta, Om. Pokoknya saya kurang semangat e.
OR: Hmmm… (jeda). Nana, saya mau tanya soal kedua saja e. Yang pertama kurang penting. Itu Ahok, siapa yang sangka?
A: Sangka bagaimana?
OR: Tadi Nana yang bilang to?
A: Tersangka, Om.
OR: Iya to. Siapa yang menyangkakan?
A: Itu status seseorang di proses hukum, Om. Pertama terlapor, kemudian tersangka, lalu nanti ada juga terdakwa, terpidana… Begitu. Kalau sudah sampai di terpidana berarti bisa penjara sudah.
OR: Aduh, betapa susah. Terus kalau ternyata, Nana? Itu di bagian mana? Sesudah atau sebelum terpidana?
A: Ae… tidak ada tahap ternyata, Om.
OR: Harus ada ka, Nana. Biar adil. Sama-sama ada ter. Harus ada itu tahap ternyata. Maksudnya misalkan Ahok tidak bersalah, maka hakim bisa bilang: ternyata Ahok tidak bersalah.
A: Deee, ndeee aaa… Tidak ada begitu, Om.

Baca juga: Empat Metode Pidato, Impromptu Ekstemporan Manuskrip Memoriter

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

OR: Berarti Ahok pasti terpidana?
A: Tergantung, Om. Tergantung sidangnya.
OR: Nana tidak adil. Nana bilang ternyata itu tidak ada, terus sekarang tiba-tiba ada lagi tergantung. Kasian Nana e, betapa sulit.
A: Tuhan e….
OR: Ssssst… jangan bawa Tuhan di setiap hal. Sedikit-sedikit Tuhan, sedikit-sedikit Tuhan. Lama-lama, soal politik juga Nana bawa Tuhan. Memalukan. Betapa malu. Malu e, oe, malu. Sarjana percuma. Lama-lama kau punya kantong mata menebal gara-gara kau sedih terus.
A: Hae… kenapa saya yang kena marah e? Ole, Om tega e. Bisa bawa-bawa sarjana lagi. Jangan begitu ka, Om.
OR: Aduh, Nana. Betapa maaf e. Tidak sengaja. Itu kata-kata tercoblos begitu saja e.
A: Ceplos, Om. Bukan coblos. Iya, saya maafkan. Tapi kan lagi musim, Om. Orang bawa Tuhan ke mana-mana.
OR: Tapi kita tidak boleh, Nana. Kita keluarga bermain sejati.
A: Beriman, Om.
OR: Nah, itu. Beriman. Kita urus itu iman untuk kita sendiri e. Tidak usah campur aduk iman-politik-polusi-profesi-polantas. Lantas mau jadi apa ini negara. Sedikit-sedikit sembahyang, habis itu ga, saling baku maki. Kasian. Betapa jijik.
A: Aeh… macamnya Om kasar sekali ini hari e. Ada apa sebenarnya e?
OR: Ini, Nana. Saya kalah taruhan e. Saya pasang dengan Dar tadi to. Saya bilang Ahok itu turunan China. Terus Dar bilang turunan Tionghoa. Ternyata yang benar Ahok itu turunan Petahana. Jadinya saya dengar Dar sama-sama kalah terus uangnya juri yang ambil.
A: Aduh, betapa lucu. Siapa juri?
OR: Kau punya tanta e. Dia dengar di radio itu Petahana. KO kami dua Dar e. Gara-gara tidak dengar intonasi, hancur uang di dompet.
A: Informasi, Om.

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

OR: Nah, itu. Aeh… cukup sudah soal Ahok ta. Semoga dia nanti hanya sampe di tahap ternyata e. Bagaimana kamu punya futsal itu tadi e?
A: Kalah tipis, Om. 7 – 3 e.
OR: Hahaha… Oee Lobertussss. Itu kalah tebal e. Lebih tebal dari babi punya bibir. 7 – 3 Nana bilang tipis, terus tebalnya berapa?
A: 11 – 1, Om. Kemarin kami kalah 11 – 1. Lebih tebal to? O iya, kenapa sap nama jadi Lobertus e. Kan Robertus.
OR: Aduh… minta maaf. Betapa sedih kamu e. Itu lebih menyedihkan dari Ahok mungkin e. Kalau Ahok kan ada pembela to. Nana dorang ge? Merana betul. Nana punya kuantitatif permainan menurun jauh?
A: Kualitas, Om. Iya, menurun e. Mungkin faktor umur e.
OR: HELBERTUS! APA MAKSUD OMONG UMUR? MAU SINDIR SAYA? SAYA TUTUP INI TELPON, MAU?
A: Baik sudah, Om. Kebetulan saya mau kasi tidur Lino e. Asa ge…
OR: Oleee. Jangan begitu juga ka. Saya hanya ancam tadi e. Pura-pura larang dulu ka. Tega Nana e. Betapa luka.
A: Aeeee… manja e. Baik sudah. Mau ngobrol apa lagi? Terus dari tadi omong betapa-betapa itu kenapa?
OR: Betapa ka, Nana. Itu Betapa Tjahya Purnama yang orang ramai omong. Dia punya nasib mirip Ahok e. O iya, ini tadi kita ngobrol Ahok itu Ahok yang mana e?
A: Basuki, Om. Bukan Betapa. Nah, itu dua nama itu orang yang sama. Basuki dan Ah…

Tut…tut..tut… Om Rafael mematikan telfon. Saya cari kursi, membersihkan sandarannya lalu menggigit ujung sandaran itu. Betapa lara.

Salam
Armin Bell
Ruteng, Flores

#OmRafael #MerindukanAhok #Ahok

2 thoughts on “Dialog Om Rafael: Betapa Kita Merindukan Ahok”

Tanggapan Anda?

Scroll to Top
%d bloggers like this: